Di ruang kelas Binance Academy yang berwarna biru‑putih, lampu neon menyinari deretan laptop terbuka. Seorang pelajar bernama Rina menatap layar demo, tangannya meluncur di atas keyboard sambil mencatat tiap peluang.
“Okay, tim,” katanya, “kita mulai dengan BB/BTC. Beli di 0.00000062 atau lebih murah, target 0.00000065. Kalau pasar naik sedikit, kita sudah dapat profit kecil.” Ia menekan tombol limit, lalu menatap grafik yang bergetar perlahan.
Tidak lama kemudian, KERNEL/USDT muncul di layar sebelahnya. “Buy at 0.0592, target 0.0625,” ia berbisik, mengingat pelajaran tentang volatilitas stablecoin. Ia menambahkan order, berharap pasar memberi sinyal bullish.
Di sudut lain, Alex fokus pada IMX/BTC. “Beli di 0.00000261, target 0.00000275,” ia menulis, sambil mengamati pola candlestick yang membentuk ‘hammer’. Rina mengangguk, “Kalau breakout, kita naik bareng.”
Suasana semakin hidup ketika mereka beralih ke AXS/BTC. “Buy at 0.00000957, target 0.00001010,” kata Rina, menunjuk pada lonjakan volume. Mereka berbagi tawa, mengingat betapa cepatnya harga game‑token bisa berubah.
PYR/BTC, POLYX/BTC, dan HEI/BTC menyusul satu per satu. “Buy at 0.00000528, 0.00000055, 0.00000132—semua kurang dari harga pasar sekarang,” Alex mencatat. “Target masing‑masing 0.00000557, 0.00000058, 0.00000139. Kita lihat mana yang paling dulu tercapai.”
Jam hampir menutup, dan layar menampilkan notifikasi: beberapa order sudah terisi, profit kecil mulai muncul. Rina menutup laptop dengan senyum, “Latihan hari ini cukup. Besok kita review apa yang berhasil, apa yang belum. Crypto itu i‑like‑a‑game, yang penting tetap disiplin.”
Semua mengangguk, menyiapkan diri untuk sesi berikutnya, sambil menunggu pasar dunia berdenyut di luar jendela kelas. #BinanceAcademy


